Sembilan Elemen Jurnalistik

Wartawan merupakan sebuah profesi, dimana untuk menjadi seorang wartawan yang professional, dia harus mematuhi yang dinamakan kode etik jurnalistik. Disebutkan oleh Bill Kovach dan Tom Rosentiels ada 9 elemen yang menjadi standar perilaku wartawan dan menjadi basic sebuah jurnalisme. Ke – 9 elemen ini tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Semuanya mempunyai kedudukan yang sama, tidak bisa hanya salah satu saja yang dipatuhi oleh wartawan. Kesembilan elemen ini adalah :

1.    Kewajiban utama jurnalisme adalah pencarian kebenaran.
Sebagai seorang wartawan kita harus selalu menjunjung kebenaran. Dalam hal ini kebenaran secara fungsional yang tentunya sesuai dengan tugasnya seorang wartawan.
Seorang wartawan yang tidak menjunjung faktor kebenaran dalam liputannya, tentu saja akan merugikan banyak pihak, terutama publik yang  mnejadi korban dari pemberitaan itu. Belum lagi perusahaan yang menjadi kehilangan harga diri sebagai media yang seharusnya menyampaikan kebenaran.
Kebenaran dalam jurnalisme sangat sakral maknanya. Wartawan bertanggung jawab pada publik atas kebenaran yang disampaikannya. Jadi apapun yang terjadi kebenaran adalah hal yang utama yang harus disampaikan oleh wartawan.
Untuk mendapat sebuah kebenaran merupakan sebuah resiko yang dilakukan oleh seorang wartawan, mengingat proses untuk mendapatkan kebenaran itu memerlukan waktu yang panjang. Dia benar – benar dituntut untuk bekerja keras. Medan yang terjal tak jarang di temui oleh wartawan dalam proses peliputan.
Perlu keterampilan – keterampilan khusus wartawan dalam melakukan peliputan dengan narasumber yang berbeda-beda, dari mulai yang ecek-ecek sampai yang professional. Namun, bagaimanapun wartawan harus bertanggung jawab atas berita yang disampaikannya yang tentunya harus mutlak benar. Dengan begitu kita ketahui kenapa elemen pertama dari jurnalisme adalah sebuah kebenaran.
Terkadang prinsip kebenaran terbengkalai manakala media tempat wartawan bekerja menuntut wartawan menghasilkan berita yang sensasional yang beda dari yang lain.

2.    Loyalitas utama jurnalisme adalah pada warga negara.
Loyalitas wartawan seharusnya berujung pada publik, sebagai pembaca dari apa yang kita beritakan. Yang harus selalu diingat oleh wartawan adalah bagaimana membuat suatu berita yang menarik bagi pembaca yang menjunjung kebenaran, dan bagaimana bertanggung jawab pada publik jika berita yang dibuat hanya fiktif padahal sudah jelas yang akan membaca suatu media bukan hanya sekelompok orang, tapi semua orang di bangsa ini bahkan di seluruh dunia.
Media yang jujur, yang lebih memntingkan kepentingan publik lebih menguntungkan perusahaan tersebut, tak hanya soal prestisius, tapi soal financial juga menjadi lebih baik. Kepercayaan yang diberikan publik pada media jangan sampai hilang akibat satu berita bohong dari oknum wartawan.
Padahal untuk memberikan suatu beruta yang benar – benar terjadi, tidak terlalu sulit. Hanya langjkah -langkah sederhana yang harus dilakukan oleh wartawan seperti , liputan, penelusuran sumber berita, wawancara , memilih sumber yang kompeten terhadap kasus yang diangkat. Langkah  - langkah sederhana itu tentunya akan menghindarkan kita dari kebohongan publik. Kita sebagai wartawan dan media seharusnya menyadari arti dari peribahasa akibat nila setitik rusak susu sebelanga. Akibat satu kesalahan tercemarlah nama baik perusahaan.

3.    Esensi jurnalisme adalah disiplin verifikasi.
Dengan adanya disiplin verifikasi yang dilakukan wartawan fiktifisasi narasumber tudak akan terjadi. Batas antara fiksi dan jurnalisme harus jelas, jurnalisme tidak bisa digabungkan dengan fiksi. Semuanya harus fakta dan nyata.
Verifikasi itu bersifat personal, oleh karenanya masalah yang hadir adalah standar verifikasi sendiri. Keobjektifan sebuah berita biasanya sering dikaitkan dengan didiplin verifikasi itu sendiri. Padahal, mungkin saja wartawan tidak bisa objektif meskipun harus kita lihat dari sisi manusiawinya tentang latar belakang wartawan tersebut yang berbeda – beda.
Kovach dan Rosenstiel menawarkan lima konsep dalam verifikasi:
•    Jangan menambah atau mengarang apa pun;
•    Jangan menipu atau menyesatkan pembaca, pemirsa, maupun pendengar;
•    Bersikaplah setransparan dan sejujur mungkin tentang metode dan motivasi anda dalam melakukan reportase;
•    Bersandarlah terutama pada reportase Anda sendiri;
•    Bersikaplah rendah hati.
Metode yang kongkrit dalam melakukan verifikasi itu. Pertama, penyuntingan secara skeptis..Kedua, memeriksa akurasi. Ketiga, jangan percaya pada sumber-sumber resmi begitu saja. Keempat, pengecekan fakta.

4.    Jurnalis harus menjaga independensi dari objek liputanya.
Dalam melakukan suatu peliputan, wartawan harus benar-benar independen, melakukan peliputan secara obektif. Tidak terpengaruh pada apapun, kepentingan siapapun, kecuali kepentingan bahwa kita adalah wartwan yang harus menyampaikan berita yang benar – benar terjadi untuk disampaikan pada masyarakat. Tidak peduli siapapun, apapun. Bahkan jika itu menyangkut keluarga kita, dan kita harus memberitakannya jangan anggap itu keluarga. Wartawan harus bertanggung jawab pada publik itu penting dan harus selalu di ingat.
Semangat independensi harus dijunjung tinggi oleh setiap wartawan. Dengan menjunjung kebenaran seperti inilah yang membedakan wartawan dengan profesi lainnya. Intinya independensi wartawan itu membedakan profesi wartwan dengan yang lainnya.

5.    Jurnalis harus membuat dirinya sebagai pemantau  independen dari kekuasaan.
Dalam memantau kekuasaan, bukan berarti wartawan menghancurkan kekuasaan. Namun tugasnya wartawan sebagai pemantau kekuasaan yaitu turut seta dalam penegakkan demokrasi.
Salah satu dalam cara memantau ini adalah melakukan investigatif reporting. Inilah yang sering menjadi masalah antar wartawan dengan penguasa. Biasanya banyak penguasa yang enggan privasi tentang dirinya dipublikasikan. Namun hal itulah yang harus diketahui oleh rakyat.
Dalam melakukan investigasi terhadap sebuah kasus , seharusnya media melakukan dengan hati – hati. Tak seperti laporan biasanya, penelusuran narasumber benar – benar harus teliti dan apik.
   
6.    Jurnalis harus memberi forum bagi publik untuk saling kritik dan menemukan kompromi.
Seorang wartawan yang bertanggung jawab pada publik  harus mendengarkan apa keinginan publik itu sendiri. Wartawan harus terbuka pada publik untuk mendengarkan segala sesuatunya. Logikanya setiap orang boleh berpendapat dan memiliki rasa ingintahu yang sama. Jadi jika ada anggota publik yang ingin lebih mengetahui dalam sebuah kasus bisa menanyakannya. Bahkan sekarang ini di setiap media cetak disediakan ruang publik seperti surat pembaca. Atau di media elektronik, terdapat alamat fax atau nomor yang disediakan untuk menanggapi atau memberikan komentar.

7.    Jurnalis harus berusaha membuat hal yang penting menjadi menarik dan     relevan.
Wartawan harus tahu tentang komposisi, tentang etika, tentang naik turunnya emosi pembaca dan sebagainya. Berita yang dibuat jangan sampai membosankan bagi pembaca. Jangan sampai berita yang penting jadi tidak penting karena pembaca bosan.   
Berita itu dibuat tidak membosankan dan harus memikat tetapi tetap   relevan. Ironisnya, dua faktor ini justru sering dianggap dua hal yang bertolak belakang. Laporan yang memikat dianggap laporan yang lucu, sensasional, menghibur, dan penuh tokoh selebritas. Tapi laporan yang relevan dianggap kering, angka-angka, dan membosankan.

8.    Jurnalis harus membuat berita yang komprehensif dan proporsional.
Perlu banyak hal yang dilakukan untuk mendapatkan dan membuat berita yang komprehensive dan proposional. Wartawan tidak hanya menerima fakta yang mudah diraih. Harus ada sesuatu yang menantang dari pekerjaan wartawan pelaporan ivestigasi mewakili berita yang komprehensif dan proposional ini.
Wartawan harus tahu bagaimana caranya melaporkan suatu hal yang bermutu. Berita yang komprehensif bukan berita yang hanya punya judul sensasional  Berita sensasionalhasnya akan memalukan wartwan dan media yang menerbitkannya.

9.    Jurnalis harus diperbolehkan untuk mendengarkan hati nurani pribadinya.
Segala sesuatu yang berasal dari hati nurani akan lebih baik dari apapun. Dari persoalan yang terjadi didalam kehidupan wartawan jawabnnya adalah bersumber pada hati nurani. Wartawan yang berbohong, melakukan fiktifisasi narasumber atau apaun kejahilan seorang wartawan benar – benra harus bersumber pada hati nurani. Sebagai manusia biasa yang tak luput dari kesalahan, seorang wartawan harus mendasarkan segala sesuatunya pada hati nurani.
Setiap individu reporter harus menetapkan kode etiknya sendiri, standarnya sendiri dan berdasarkan model itulah dia membangun karirnya. Menjalankan prinsip itu tak mudah karena membutuhkan suasana kerja yang aman dan nyaman, yang bebas dimana setiap orang bisa berpendapat.

Related Post



Posting Komentar