The 7 Commandments for New Journalists (7 pedoman untuk Jurnalis baru)

1. There is no problem with Journalism (Tidak ada masalah dengan Jurnalistik)

Masalahnya adalah dengan model bisnis untuk mendukung jurnalisme. Akan selalu ada kebutuhan untuk berita dan wartawan. Seperti yang disebutkan oleh Bill Kovach dalam 9 elemen jurnalistik, elemen pertama dari jurnalisme adalah sebuah kebenaran. Terkadang prinsip kebenaran terbengkalai manakala media tempat wartawan bekerja menuntut wartawan menghasilkan berita yang sensasional yang beda dari yang lain.

Sebenarnya, media yang jujur, yang lebih mementingkan kepentingan publik lebih menguntungkan perusahaan tersebut, tak hanya soal prestisius, tapi soal financial juga menjadi lebih baik. Kepercayaan yang diberikan publik pada media jangan sampai hilang akibat satu berita bohong dari oknum wartawan.


2. People pay for high quality journalism (Khalayak membayar untuk produk jurnalisme yang berkualitas tinggi)

Loyalitas wartawan seharusnya berujung pada publik, sebagai pembaca dari apa yang kita beritakan. Yang harus selalu diingat oleh wartawan adalah bagaimana membuat suatu berita yang menarik bagi pembaca yang menjunjung kebenaran, dan bagaimana bertanggung jawab pada publik jika berita yang dibuat hanya fiktif padahal sudah jelas yang akan membaca suatu media bukan hanya sekelompok orang, tapi semua orang di bangsa ini bahkan di seluruh dunia. Lihatlah media-media seperti Lihatlah The Economist, The New York Times, Wall Street Journal, New Yorker, Atlantic Monthly, Monocle.

3. As long as you will cover the news in a no-bullshit way, you will do fine (Selama tidak menutupi kebohongan, wartawan telah melakukan hal yang benar)

Dengan mempraktikkan prinsip tersebut, orang-orang akan datang membaca produk jurnalistik yang wartawan buat.  Ingat prinsip pertama dari jurnalistik adalah “kebenaran”.

4. Be a good, unique, and valuable journalist (Jadilah wartawan yang baik, unik dan mempunyai nilai)

Tidak hanya mementingkan unsur kebenaran yang wartawan tulis, tapi seorang wartawan juga harus tahu tentang komposisi, tentang etika, tentang naik turunnya emosi pembaca dan sebagainya. Berita yang dibuat jangan sampai membosankan bagi pembaca. Jangan sampai berita yang penting jadi tidak penting karena pembaca bosan.         


5. If you want to do journalism, launch a blog right now and get on with it (Jika Anda ingin melakukan jurnalisme, buatlah sebuah blog sekarang dan mulai dengan hal tersebut)

Seperti yang diketahui saat ini era digital dan teknologi dibidang informasi dan komunikasi tengah berkembang pesat, maka lakukan dari hal yang mudah kita lakukan untuk melakukan praktik jurnalistik dengan menjadi jurnalis warga. Kita bisa menjadi wartawan online dari blog yang kita miliki. Jika kita unik, kreatif dan mampu memenuhi keinginan khalayak, maka kita akan berhasil.


6. Learn how to interact with people online (Pelajari cara berinteraksi dengan orang-orang didunia online)

Dimulai dari hal-hal kecil seperti berkomentar blog, forum, pertanyaan twitter dan balasan, dan hal-hal yang melibatkan orang-orang di media sosial, mendorong partisipasi, membantu orang posting, dan lain-lain.

7. Read good stuff (Baca hal yang baik)

Jauhkan diri mengikuti apa yang baru. Baca posting blog orang-orang ini dan Anda akan melakukannya dengan baik - Jay Rosen, Nicholas Carr, Clay Shirky .


Sumber:

Romeltea.com

Bighow.com

News Writing Basics (Dasar-dasar menulis berita)

1. Berita adalah laporan peristiwa
Berita merupakan laporan tentang kejadian-kejadian aktual yang menarik.  Karena berita merupakan “laporan”, maka dalam penulisannya pun kita harus mepraktikkan dengan teknik melaporkan. Beda dengan feature misalnya yang biasanya gaya penulisannya “mengisahkan” atau berupa narasi.

2. Pahami elemen berita 5W+1H
Dalam penulisan berita, seorang wartawan wajib memenuhi unsur 5W+1H dalam penulisan beritanya. Unsur-unsur tersebut adalah:
What    -  Apa yang terjadi
Who     -  Siapa yang terlibat dalam kejadian itu
When   -  Kapan kejadian itu berlangsung
Where  -  Di mana tempat kejadian itu
Why     -  Kenapa sampai terjadi demikian
How    -  Bagaimana kejadian itu berlangsung.

3. Pahami pola baku penyusunan berita

4. Gunakan teknik piramida terbalik
Berita ditulis mulai dari bagian paling penting, bagian paling dramatis atau yang paling kuat. Setelah itu, menyusul bagian-bagian berita penting lainnya dan sampai akhirnya menempatkan bagian berita yang kurang penting.

5. Pahami jenis-jenis berita
Ada beberapa jenis-jenis berita, sebagai seorang wartawan kita harus memahaminya, karena setiap jenis berita mempunyai cara penulisan yang berbeda-beda.

Video

 Video liputan Gedung Indonesia Menggugat

“Teguran itu kujadikan pelajaran”

           Susi setahun yang lalu takkan pernah sama dengan Susi hari ini. Dia setahun yang lalu masih berseragam putih abu, duduk di bangku kelas tiga SMK, siswi yang tidak pernah suka dikekang kedua orangtuanya. Ya, namanya Susilawati. Gadis yang akan menginjak usia 18 tahun itu berambut lurus panjang, badan yang aduhai, senyum yang manis, yang membuatnya dikejar beberapa laki-laki . Termasuk mantan kekasihnya, Ruli.

            Kala itu dalam hidupnya tak pernah terbayangkan akan ada peristiwa di 6 November 2011, yang membuatnya sampai saat ini terus berusaha mengubur lubang itu dalam-dalam. Tepat di siang hari itu sekitar pukul dua, Ruli mengajaknya bertemu di Mesjid Agung Majalaya dan membawa Susi pergi dengan motor Satria merahnya. Sepanjang jalan tak ada sedikitpun rasa curiga mengintai. Sampai disuatu Villa kosong ia melihat ada beberapa orang pria disana, teman-teman Ruli.

Susi dijebak, ia tak mengira Ruli akan membawanya ke sebuah Villa kosong di kawasan Paseh, Majalaya. Di tempat itulah Ruli melakukan aksinya, Susi diberi minuman yang sebelumnya sudah diberi obat yang menyebabkan Susi mabuk. Saat itu lah Ruli melakukan aksi bejatnya bersama tiga orang kawannya. Susi diperkosa. Begitu keji dan memalukan.

Entah kepada siapa saat itu ia harus mengadu, ingin rasanya ia berteriak, meminta pertolongan. Namun tak ada yang mendengar. Ia menangis sejadi-jadinya, dan para lelaki itu dengan kondisi setengah sadar, dengan puasnya tertawa tanpa sedikitpun penyesalan. “Mengapa harus terjadi padaku Tuhan”, jeritnya dalam hati.

Malam itu terpaksa ia harus menginap di rumah salah satu temannya, dengan perasaan was-was. Ia tahu esok hari kedua orangtuanya akan memarahinya, menyiksanya. Hal itu memang selalu terjadi ketika ia terlambat pulang dari sekolah, dan hal itu pula lah yang membuatnya banyak berbohong. Bagi Susi sikap orangtuanya terlalu over protective dan tidak pernah memberinya kebebasan. Namun larangan-larangan itu tidak pernah ia hiraukan.

Sepanjang malam itu ia tak bisa tertidur, sepanjang malam itu pula ia terus menangis. “Apakah ini hukuman dari-Mu Tuhan atas kesalahanku selama ini?”, dalam batin pun ia terus merintih. Hatinya sakit. Kembali dalam awang-awang, ia mengingat kejadian enam bulan yang lalu.

Enam bulan sebelumnya kasus serupa pernah menimpa dirinya, namun dalam hal “suka sama suka”. Saat itu Susi dilaporkan hamil dan pihak keluarganya meminta pertanggung jawaban dari keluarga Ruli. Keluarga Ruli saat itu tidak mau menikahkan anaknya karena pertimbangan Ruli yang masih sekolah, sampai akhirnya memberi uang sebesar lima juta rupiah untuk menggugurkan kandungan Susi.

Setelah kasus itu berlalu, kedua orangtuanya meminta agar Susi tidak pernah berhubungan lagi dengan Ruli. Namun dalam hati Susi sangat mencintai orang itu, pria itu. Ia tak pernah menghiraukan ucapan kedua orangtuanya, ia masih saja berhubungan dengan Ruli. Sampai kejadian ini menimpa dirinya, ia sangat menyesal tak mendengarkan nasehat orangtuanya.

            Keesokan harinya, dengan kondisi yang lusuh ia diantar oleh temannya pulang ke rumah. Sesuai dugaan, ibunya memarahi dan menyiksanya sambil sesekali menghardiknya dengan pertanyaan “Dari mana saja tidak pulang? Orang-orang di rumah khawatir!”. Ia tidak bisa menjawab, saat itu hanya airmata yang bisa mewakili rasa sakitnya. Akhirnya dengan terbata-bata dan mengumpulkan segudang keberanian, ia berusaha menjelaskan apa yang telah dialaminya kemarin. Linangan airmata pun tak dapat ia hentikan. Mendapat penjelasan dari anaknya, kemarahan Ibu dan Ayah Susi semakin menjadi-jadi, mereka terus menyiksa Susi sambil ikut menangis. Dalam hati Susi berkata “Maafkan aku Bu, Pak”.

            Suasana hening tak ter-elakkan hingga sore hari itu. Kebingungan menyelimuti ruangan yang biasanya hangat. Di ruangan itu tampak kesedihan yang mendalam dari raut muka Ibu, Ayah, dan Kakaknya, untuk yang kesekian kalinya Susi berulah. Memang ulah ini tak bermula darinya, tapi andai ia mau berusaha memperbaiki kesalahan-kesalahan masa kemarin mungkin kejadian ini takkan pernah ia alami. Penyesalan demi penyesalan terus menggerogoti batin Ibu Susi.

            Susi hanya bisa berdiam diri di ruang tidurnya dengan kondisi yang masih belum stabil ditambah keadaannya yang belum sepenuhnya sadar akibat pengaruh obat-obatan  dari minuman yang ia minum malam itu. Melihat kondisi anaknya yang menghawatirkan, Ibu Susi membawanya ke klinik terdekat rumah untuk diperiksa dan diberi obat oleh dokter.

            Ada langkah yang harus mereka ambil daripada berdiam diri menyesali kejadian yang menimpa anak mereka pikir kedua orangtua Susi. Akhirnya mereka meminta bantuan kepada pihak kepala dusun untuk mengurus kasus ini, sekalipun aib tapi harus ada penyelesaian.

            Keesokan malam harinya Ayah Susi beserta kepala dusun dan dua orang lainnya bergegas ke rumah Ruli untuk menyelesaikan kasus ini. Nampak sebuah rumah bercat hijau yang cukup besar dan mewah didepan mata mereka. Dengan membawa hati yang menahan emosi Ayah Susi berusaha mengetuk pintu rumah itu sembari berkata “Assalamu’alaikum”.  Muncul sesosok perempuan dengan senyumnya mempersilahkan mereka untuk masuk kedalam rumah.

            Kebingungan hinggap di wajah kedua orangtua Ruli di ruang tamu itu. Hingga penjelasan demi penjelasan yang diceritakan oleh kepala dusun menemukan titik temu, dimana kedua orangtua Ruli mulai mengerti permasalahannya. Ayah Susi tidak banyak berkisah, ia takut emosinya meluap jika ia berbicara terlalu banyak.

            Malam itu memang Ruli sedang tidak ada di rumah, namun orangtuanya berusaha untuk menyuruh seseorang untuk mencari dan menyuruh Ruli pulang. Ternyata Ruli sedang ada di rumah salah seorang temannya yang jarak rumahnya tidak terlalu jauh. Dengan muka yang tampak kosong dan teler, Ruli memasuki ruang tamu itu. Ia diserang oleh beberapa pertanyaan yang dilontarkan orang-orang yang berada di ruangan itu. Dengan sikap yang santai ia mengaku bahwa benar ia telah melakukan tindakan keji itu beserta dua orang kawannya. Ia mengakuinya tanpa perasaan bersalah dibenaknya. Pengaruh obat-obatan dan minuman keras telah merasuk terlalu dalam di otaknya, bahkan di ruangan itu ia mengaku bahwa ia tengah mabuk.

            Orangtua Ruli hanya bisa pasrah, ia menyerahkan kasus ini kepada pihak keluarga Susi mau dibawa kemana. Sekalipun mau dilaporkan ke pihak yang berwajib, mereka ikhlas. Kedua orangtua Ruli sudah cukup dipusingkan oleh tindakan anaknya selama ini. Dengan wajah tertunduk Ibu Ruli meminta maaf kepada Ayah Susi, ada penyesalan yang terlontar dari mulutnya kala itu. Mungkin jika ia bisa lebih memperhatikan anaknya, sikap Ruli bisa lebih terkontrol dan tidak menjadi anak yang nakal seperti sekarang.

Keputusan sudah bulat-bulat diputuskan, demi menghindari gunjingan dari tetangga jika suatu hari Susi hamil, pihak keluarga Susi meminta pertanggung jawaban agar anak mereka dinikahkan saja. Dengan permintaan pernikahan itu dilakukan sewajarnya. Keluarga Susi ingin diadakan pesta pernikahan selayaknya orang yang berbahagia menyambut pernikahan.

 Pihak keluarga Susi sudah mempertimbangkan segala resiko yang akan mereka terima, menikahkan Susi dan Ruli telah dipilih sebagai jalan keluarnya. Termasuk menimbang bahwa masa depan Susi untuk melanjutkan sekolahnya sudah tertutup, tiga tahun bukan merupakan waktu yang singkat, segala pengorbanan orangtua untuk menyekolahkan Susi harus dibayar perih dengan kejadian ini.

            Tanpa pikir panjang pihak keluarga Ruli menyetujui keputusan itu, walau Ruli menerimanya dengan berat hati. Ruli mengaku bahwa sebenarnya ia tidak mencintai Susi, ia melakukan hal keji itu hanya untuk kepuasan nafsunya saja.

            Setelah persetujuan yang diadakan malam hari itu, dua hari kemudian Ibu Ruli bertandang ke rumah Susi dengan berita yang membuat keluarga Susi terhenyak. Ibu Ruli meminta maaf tidak bisa menyanggupi permintaan untuk mengadakan pesta pernikahan yang mewah. “Jika mau dinikahkan saya setuju, tapi maaf tidak bisa memberi biaya untuk pesta, kalau hanya untuk mas kawin saya sanggup”, ucapnya siang itu.

            Dua sisi yang membuat keluarga itu kembali di rundung kebingungan. Di satu sisi mereka ingin anaknya Susi mendapatkan kebahagiaan pesta pernikahan layaknya orang lain. Namun di satu sisi, apapun kondisinya mereka harus segera menikahkan Susi, karena bagi mereka tidak ada pilihan lain. Jika kasus ini harus di laporkan ke pihak yang berwajib, keluarga Susi takut masalahnya tambah panjang, dan berbelit-belit, apalagi kalau tetangga mereka tahu kejadian yang menimpa anak mereka, anak mereka yang diperkosa oleh empat orang laki-laki.

Tanggal pernikahan yang sebelumnya sudah ditetapkan, akhirnya harus mereka undur karena adanya berita dari Ibu Ruli hari itu. Beberapa hari berlalu, keputusan yang penuh dengan pertimbangan akhirnya dibulatkan kuat-kuat. Susi tetap harus dinikahkan dengan Ruli bagaimana pun kondisinya, sekalipun hanya prosesi ijab kabul saja, yang terpenting mereka syah dinikahkan. Persiapan dilakukan oleh pihak keluarga Susi dengan alakadarnya.

Di pagi yang tak begitu cerah, 14 November 2011, Susi mengawali pagi itu dengan beribu kegelisahan. Ia harus mengubur semua mimpi-mimpinya di pagi itu, tampak kesedihan yang dalam menyelimuti wajahnya, padahal pagi itu ia di dandani bak permaisuri. Tetes-tetes airmata pun tak dapat ia bendung lagi ketika hampir tiba detik-detik menjelang datangnya sang mempelai pria.

            Memang jauh dari perkiraan, Ruli sang mempelai pria datang didampingi Ayah dan beberapa saudara-saudaranya, namun tak nampak Ibunya ikut mendampingi. Ruli datang dengan penampilan yang seadanya, ia hanya memakai jaket, celana jeans dan sendal jepit, dengan muka yang acak-acakan. Tentu saja hal itu semakin membuat Susi kecewa dan ia semakin menahan lukanya.

            Tepat pukul sepuluh pagi itu di rumah sederhana yang bertempat di Kp. Bojongbubu Rt. 03 Rw. 03, Solokanjeruk, acara ijab kabul dimulai. Dengan suasana yang mengharu biru acara tetap berlangsung sesuai dengan rencana. “Terima saya nikah Susilawati binti Jejeh dengan mas kawin sebesar seratus ribu rupiah dibayar kontan”, ucap Ruli dengan terbata-bata. Dan alhasil pengucapan janji ijab kabul itu harus diulang sampai tiga kali.

            Sekali lagi hati Ibu Susi tersiksa, ia merasa terhina dengan mas kawin yang diberikan oleh Ruli. Bahkan untuk menikahi anaknya saja Ruli tidak seniat itu. Batin Susi lebih tercabik lagi. Ia sangat mencintai pria yang kini sudah syah menjadi suaminya, ia memang menginginkan pernikahan ini, tetapi tidak dengan keadaan yang seperti ini. Mereka dinikahkan karena keterdesakan.

            Ijazah tak didapat, kebahagiaan pun tak didapat. Mungkin memang sudah takdir, belum juga menikmati biduk pernikahan dan rumah tangga, Susi harus kembali di uji dengan masuknya Ruli ke bui. Seusai ijab kabul pagi itu, Ruli dipanggil oleh pihak kepolisian karena ada yang melaporkannya dengan kasus serupa, yakni pemerkosaan.

Hati Susi menggigil, kejadian yang menyakitkan harus bertubi-tubi menimpanya. Belum lagi di hari-hari kedepan, ia harus menahan malu dan cemoohan orang lain. Namun setidaknya  ia masih punya sedikit harapan yang diberikan oleh keluarganya. Ia masih punya orang-orang terdekat yang mau menerimanya walaupun dengan noda yang dimilikinya. “Aku harus tetap bertahan”, gumam Susi diselingi airmata mengalir di pipinya.

Beruntunglah ia karena pihak sekolah masih mau menerimanya untuk meneruskan kembali belajar di SMK tempat semula ia menuntut ilmu. Dengan segala ketakutan yang mengintai, ia berusaha bangkit, menghadapi segala ketidakmungkinan. Ia harus lulus sekolah, baginya tak boleh ada lagi kata mengecewakan orangtua. Ketakutan itu setiap hari ia hadapi satu persatu, cemoohan dari tetangga dan teman-teman sekolah yang terdengar menyakitkan ditelinganya dengan lapang dada ia terima. Namun tak sedikit pula orang-orang yang mendukungnya, mendorongnya untuk selalu tetap bangkit. Sampai Ujian Akhir Nasional itu tiba ia langkahkan kakinya dengan optimis dengan harapan yang besar untuk bisa lulus sekolah dan memberi kebahagiaan bagi orangtuanya yang selama ini sempat tertunda.

            Ijazah yang akhirnya didapatkan ia jadikan sebagai kunci untuk membuka kehidupan yang lebih baik. Sesegera mungkin ia melamar pekerjaan. Surat talak untuk Ruli pun sudah ia ajukan. Lembaran lama itu harus segera ia kubur. Mendapat gelar janda di usia muda bukanlah hal yang mudah ia terima. Ia hanya berharap suatu hari akan ada lelaki yang bisa menerima dirinya apa adanya. “Dalam hati saya teguhkan jangan sampai mengulang terus kesalahan yang sama. Lebih baik jadi mantan orang nakal, daripada jadi mantan orang baik. Saya kapok, saya hanya ingin membahagiakan orangtua saat ini. Semua teguran dari Tuhan itu kujadikan pelajaran”, tutur wanita yang saat ini sudah bekerja sebagai staff administrasi di sebuah perusahaan garmen itu.

Kuliner malam di Pujasera Lengkong

Kelengangan di  Jalan Lengkong siang itu berganti keramaian para pedagang yang bersiap-siap menyambut para pengunjung yang hendak bersantap di sore hari. Para pedagang di Pujasera Lengkong siap melayani para pembeli dari sore hari hingga malam pukul 23:00 WIB.
Malam di Jalan Lengkong Besar dengan keremangannya seakan tak pernah sepi oleh para pedagang dan pembeli yang saling beradu. Ditambah riuhnya tukang parkir yang sibuk wara wiri mengatur kendaraan yang keluar masuk.
Dari luar Pujasera ini tampak seperti satu kesatuan. Padahal ada dua Pujasera terpisah yang menempati pekarangan rumah berbeda yaitu No 45 dan No 47. Pujasera yang lebih dulu ada adalah Pujasera No 47 lalu disusul Pujasera No 45 beberapa tahun yang lalu. Menu yang ditawarkan dari kedua Pujasera tersebut tidak jauh berbeda, yang membedakan hanya ruangan Pujasera No 45 yang lebih luas.
Para pedagang yang ada di dua Pujasera ini awalnya berasal dari para pedagang kaki lima yang ada di Jalan Lengkong. Mereka awalnya berpindah-pindah tempat. Lalu pada tahun 1997 para pedagang pun bersama-sama menempati pekarangan rumah di Jalan Lengkong Besar.
Salah satu menu terkenal yang ada di Pujasera ini adalah Batagor Abuy yang sudah berjualan semenjak tahun 1988. Listi salah satu pengunjung mengaku kelezatan Batagor Abuy ini terletak pada adonan ikannya yang cukup terasa. Pembeli cukup merogoh kocek sebesar Rp. 6000 per buah. Ada lagi salah menu andalan yang ada di tempat ini yang berusia lebih tua, yakni Martabak Sakura yang telah malang melintang semenjak tahun 1979.
Martabak Sakura menyajikan martabak asin manis dan martabak tipis dengan kisaran harga mulai dari Rp. 14.000 sampai Rp. 50.000. Tak salah jika pecinta kuliner malam hari datang berwisata ke Pujasera ini, karena menu yang ditawarkan sangat variatif, dari mulai nasi goreng, mie baso, aneka seafood, es campur, kelapa muda, onde, pisang goreng simanalagi, otak-otak, lupis ketan, putu pisang, kelapa bakar khas Thailand dan lain-lain.

Manusia : Makhluk individu yang hidup di lingkungan sosial

Individu merupakan bagian terkecil dalam masyarakat yang tidak dapat dipisah lagi menjadi bagian yang lebih kecil. Sebagai makhluk sosial, seorang individu tidak dapat berdiri sendiri, saling membutuhkan antara yang satu dengan yang lainnya, dan saling mengadakan hubungan sosial di tengah–tengah masyarakat. Contoh bentuk proses sosial yang paling umum adalah interaksi sosial yang disadari atau tanpa disadari telah berjalan dengan sendirinya, seolah menjadi kesepakatan diantara mereka (masyarakat). Kebanyakan dalam masyarakat melakukan komunikasi secara langsung/ lisan dengan berbagai saluran seperti arisan, pengajian, duduk-duduk di depan rumah dan lain sebagainya.
Dalam proses sosial ada yang dinamakan Assosiatif (hubungan yang positif)  dan Dissosiatif (hubungan yang negatif). Kehidupan manusia sebagai anggota dari masyarakat takkan bisa terlepas dari proses assosiatif dan dissosiatif tersebut. Contoh assosiatif diantaranya : akulturasi, asimilasi, difusi, dll. Sedangkan contoh dissosiatif diantaranya : konflik, persaingan, kontravensi dll. Biasanya, adanya konflik ini disebabkan oleh jauhnya stratifikasi dalam masyarakat. Bisa stratifikasi dalam hal sosial maupun ekonomi.
Menurut JJ. Rousseau : “Manusia merupakan makhluk baik, masyarakat yang membuat manusia jahat (mementingkan diri sendiri dan bersifat merusak. Negara berfungsi untuk memungkinkan manusia untuk mendapatkan kembali sifat kebaikannya yang asli”.
Memang benar bahwa pada dasarnya manusia merupakan makhluk yang baik, seorang individu dalam pertumbuhkembangan tak dapat terlepas dari peranan keluarga dalam membentuk pertahanan terhadap serangan penyakit sosial sejak dini. Keluarga merupakan tempat pertama dalam pembentukan karakter dari perilaku suatu individu dalam perkembangannya sebagi makhluk sosial. Keluarga akan senantiasa mengajarkan individu hal-hal yang dianggap baik.
Setelah keluarga, media sosialisasi selanjutnya adalah teman sepermainan, lingkungan sekolah dan lingkungan sosial (masyarakat). Dan perilaku masyarakat inilah pula yang turut berperan dalam menentukan pola perkembangan suatu individu.
Jadi benar yang dikatakan oleh JJ. Rousseau diatas, bahwa masyarakat membuat manusia jahat, karena dalam kehidupan sosial tak dapat dipungkiri selalu terjadi stratifikasi atau diferensiasi yang dapat membuat manusia melakukan hal-hal yang diluar batas/penyalahgunaan atau perilaku yang menyimpang. Dan cara penanggulangannya bisa dengan melakukan pendekatan persuasif (menasehati, mengingatkan), bisa pula dengan pendekatan koersif, yakni dengan menggunakan sanksi yang jelas (bisa juga melibatkan negara, dalam arti hukum).

Makalah "Hubungan Globalisasi dengan Komunikasi Sosial Pembangunan"

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Peranan komunikasi pembangunan telah banyak dibicarakan oleh para ahli, pada umumnya mereka sepakat bahwa komunikasi mempunyai andil penting dalam pembangunan. Everett M. Rogers (1985) menyatakan bahwa, secara sederhana pembangunan adalah perubahan yang berguna menuju suatu sistem sosial dan ekonomi yang diputuskan sebagai kehendak dari suatu bangsa. Rogers juga menyatakan bahwa komunikasi merupakan dasar dari perubahan sosial.
Di abad modern ini, terutama pasca perang dunia kedua, bermunculan berbagai penemuan baru sebagai akibat kemajuan teknologi yang berkembang pesat dan terjadi susul menyusul. Teknologi memberikan manusia bermacam-macam kemudahan dalam melakukan pekerjaan, dan lebih dari itu menjadikan kehidupan lebih menyenangkan dan lebih nyaman.
Perkembangan teknologi mendorong semakin berkembangnya teknologi komunikasi. Kemajuan teknologi komunikasi diawali dengan penemuan transistor, kemudian berkembang microhip, sistem komunikasi satelit, dan lain-lain telah membuat jarak bukan lagi suatu halangan untuk berkomunikasi dengan yang lainnya. Laju perkembangan teknologi komunikasi telah memperlancar arus informasi dari dan keseluruh penjuru dunia.
Kemajuan teknologi juga meningkatkan mobilitas sosial, mempermudah orang untuk saling berhubungan. Pergaulan berlangsung berupa kontak-kontak pribadi diikuti oleh tukar menukar gagasan dan pengalaman. Hubungan manusia dari satu bangsa dengan bangsa lainnya semakin intensif dan dunia seolah-olah menjadi semakin sempit. Mc Luhan menyebut dunia sekarang sebagai a global village (globalisasi).
Dalam hal ini media massa memiliki  peran yang penting dalam mempengaruhi masyarakat global, melalui media massa kita dapat mengetahui segala informasi juga saling berkomunikasi dan berinteraksi. Apalagi dengan adanya penemuan internet, masyarakat global dapat saling berhubungan satu sama lain walau dalam jarak yang jauh, informasi dapat dengan mudah disebarluaskan dengan adanya jaringan internet tersebut. Walau masih banyak terjadi perbincangan di berbagai kalangan bahwa internet masih belum bisa dikategorikan sebagai salah satu media massa, alasannya karena internet hanya dikonsumsi oleh beberapa kalangan saja, misalnya kalangan mahasiswa dan masyarakat perkotaan.
Kemajuan dibidang teknologi komunikasi tersebut ikut andil dalam mempengaruhi komunikasi sosial dan pembangunan, bisa saja dimanfaatkan untuk hal yang positif, namun juga dapat berdampak negatif. Untuk lebih jelasnya, dalam makalah ini saya akan menjelaskan mengenai pengaruh globalisasi media serta hubungannya dengan komunikasi sosial dan pembangunan.

1.2 Rumusan Masalah
            Isi dan analisis studi kasus yang  saya buat dalam makalah ini berdasarkan rumusan masalah sebagai berikut :
1.      Apa yang dimaksud dengan globalisasi dan globalisasi media?
2.      Apa yang dimaksud dengan komunikasi sosial pembangunan?
3.      Apa saja pengaruh dari globalisasi media serta apa hubungannya dengan komunikasi sosial pembangunan?
4.      Teori apa yang berhubungan dengan masalah yang akan dipaparkan?
5.      Dampak apa saja yang didapat masyarakat dengan adanya globalisasi media tersebut?
6.      Cara dan strategi apa saja yang dilakukan agar komunikasi sosial pembangunan bisa sampai ke pedesaan?

1.3 Tujuan Penulisan
            Penulisan makalah ini bertujuan untuk :
1.      Mengetahui dan memahami yang dimaksud dengan globalisasi dan globalisasi media.
2.      Mengetahui dan memahami yang dimaksud dengan komunikasi sosial pembangunan.
3.      Menjelaskan berbagai pengaruh dari globalisasi media dan hubungannya dengan komunikasi sosial pembangunan.
4.      Menjelaskan teori yang berhubungan dengan rumusan masalah.
5.      Memaparkan dampak yang didapat dari globalisasi media, baik yang bersifat positif maupun negatif.
6.      Memaparkan cara-cara dan strategi-strategi yang dilakukan agar komunikasi sosial pembangunan bisa sampai ke pedesaan.

1.4 Metode Penulisan
            Adapun metode yang saya gunakan dalam penulisan makalah ini adalah dengan menggunakan metode analisis studi kasus yang bersumber pada buku.












BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Globalisasi
Globalisasi adalah proses penyebaran unsur-unsur baru khususnya yang menyangkut informasi secara mendunia melalui media cetak dan elektronik. Khususnya, globalisasi terbentuk oleh adanya kemajuan di bidang komunikasi dunia. Ada pula yang mendefinisikan globalisasi sebagai hilangnya batas ruang dan waktu akibat kemajuan teknologi informasi.
Selo Soemardjan mendefinisikan globalisasi sebagai terbentuknya sistem organisasi dan komunikasi antar masyarakat di seluruh dunia untuk mengikuti sistem dan kaidah-kaidah yang sama. Sedangkan menurut A.G. Mc Gew, globalisasi merupakan proses dimana berbagai peristiwa, keputusan dan kegiatan di belahan dunia yang satu dapat membawa konsekuensi penting bagi berbagai individu dan masyarakat di belahan dunia yang lain.
Globalisasi berpengaruh pada hampir semua aspek kehidupan masyarakat. Ada masyarakat yang dapat menerima adanya globalisasi, seperti generasi muda, penduduk dengan status sosial yang tinggi, dan masyarakat kota. Namun, ada pula masyarakat yang sulit menerima atau bahkan menolak globalisasi seperti masyarakat di daerah terpencil, generasi tua yang kehidupannya stagnan, dan masyarakat yang belum siap baik fisik maupun mental.
Globalisasi terjadi melalui berbagai saluran, di antaranya:
a. lembaga
pendidikan dan ilmu pengetahuan;
b. lembaga keagamaan;
c. indutri internasional dan lembaga perdagangan;
d. wisata mancanegara;
e. saluran komunikasi dan telekomunikasi internasional;
f. lembaga internasional yang mengatur peraturan internasional; dan
g. lembaga kenegaraan seperti hubungan diplomatik dan konsuler.



2.2 Hubungan Globalisasi dengan Komunikasi Sosial Pembangunan
Komunikasi Sosial dan Pembangunan merupakan gabungan dari dua istilah,  yaitu Komunikasi Sosial dan Komunikasi Pembangunan. Secara substansial,  kedua istilah tersebut tidak mengandung perbedaan yang begitu berarti. Yang  artinya, materi bahasan yang terkandung di dalamnya sama-sama membahas  tentang bagaimana komunikasi harus dilakukan, sehingga berperan sebagai  penunjang pelaksanaan program-program pembangunan dalam rangka  menciptakan perubahan pada suatu sistem sosial, yakni perubahan sosial (social changes).
Secara konseptual, komunikasi dan pembangunan memandang perubahan sebagai proses sosial yang tak terpisahkan dalam kehidupan masyarakat. Berbagai perilaku komunikasi dalam masyarakat seringkali dipengaruhi oleh perkembangan masyarakat sebagai dampak dari perubahan yang demikian cepat.
Dalam arti sempit, pengertian komunikasi pembangunan adalah segala upaya, cara dan teknik penyampaian gagasan dan keterampilan pembangunan yang berasal dari pihak yang memprakarsai pembangunan kepada masyarakat yang menjadi sasaran, agar dapat memahami, menerima, dan berpartisipasi dalam pembangunan.
Pengertian ini tercermin dalam sejumlah kegiatan sistematis yang dilakukan oleh berbagai badan dan lembaga yang bersifat lokal, nasional, maupun internasional dalam menyebarkan gagasan pembangunan kepada khalayak ramai.Sebagai proses perubahan dan pembaharuan masyarakat, pembangunan membutuhkan kontribusi komunikasi, baik sebagai bagian dari kegiatan masyarakat maupun sebagai ilmu yang terus berkembang dari waktu ke waktu.
Berbagai gejala sosial yang diakibatkan oleh proses tersebut, telah memberikan inspirasi bagi penemuan konsep baru dalam bidang komunikasi.Perilaku komunikasi suatu kelompok masyarakat terus berubah sehingga proses adaptasi juga terus berlangsung.
Perubahan yang dikehendaki dalam pembangunan tentunya perubahan kearah yang lebih baik atau lebih maju keadaan sebelumnya. Oleh karena itu peranan komunikasi dalam pembangunan harus dikaitkan dengan arah perubahan tersebut. Artinya kegiatan komunikasi harus mampu mengantisipasi gerak pembangunan.
Dikatakan bahwa pembangunan adalah merupakan proses, yang penekanannya pada keselarasan antara aspek kemajuan lahiriah dan kepuasan batiniah. Jika dilihat dari segi ilmu komunikasi yang juga mempelajari masalah proses, yaitu proses penyampaian pesan seseorang kepada orang lain untuk merubah sikap, pendapat dan perilakunya. Dengan demikian pembangunan pada dasarnya melibatkan minimal tiga komponen, yakni komunikator pembangunan, bisa aparat pemerintah ataupun masyarakat, pesan pembangunan yang berisi ide-ide atau pun program-program pembangunan, dan komunikan pembangunan, yaitu masyarakat luas, baik penduduk desa atau kota yang menjadi sasaran pembangunan.
Dalam kasus globalisasi media, 3 komponen pembangunan tersebut adalah  :
1. Komunikator pembangunan; lembaga media massa.
2. Pesan pembangunan; informasi yang sedang aktual, sosialiasi mengenai suatu program baru, pesan komersial, hiburan, dll.
3. Komunikan pembangunan; masyarakat luas (baik penduduk desa ataupun kota yang menjadi sasaran pembangunan).
Saluran media massa pada umumnya lebih banyak digunakan untuk komunikasi informatif. Dengan saluran ini komunikator pembangunan pembangunan berusaha untuk memperkenalkan dan memberikan pengetahuan mengenai pesan-pesan pembangunan. Selanjutnya untuk perubahan perilaku, aktifitas komunikasi harus dilipatgandakan dengan menggunakan berbagai macam saluran.
Kemajuan teknologi telah dinikmati oleh masyarakat Indonesia yang sedang membangun. Melalui radio, televisi, film, dan surat kabar dapat dikatakan seluruh pelosok tanah air telah terjangkau oleh jaringan komunikasi yang menghubungkan pusat dan daerah. Pesan-pesan pembangunan dari pusat ke daerah dan sebaliknya dapat dengan mudah disiarkan oleh media tersebut diatas.
Kemajuan teknologi komunikasi jelas akan membawa dampak, baik positif maupun negatif terhadap kehidupan sosial budaya masyarakat. Secara positif akan memberikan kemungkinan terjadinya komunikasi secara lebih baik dan luas jangkauannya. Kemajuan ini telah dirasakan manfaatnya bagi negara-negara yang sedang membangun. Dampak negatif menimbulkan masalah baru. Memberikan kemudahan timbulnya pertentangan sosial dan perubahan sistem nilai, karena adanya perbenturan sistem nilai dalam masyarakat penerima teknologi yang mempunyai latar belakang budaya yang berbeda. Selain itu tidak mustahil derasnya arus nilai-nilai budaya melalui media massa dapat menimbulkan perubahan berbagai sikap pada anggota masyarakat yang mempunyai latar belakang kebudayaan yang berbeda.
Bagi bangsa Indonesia masalah yang dihadapi berkaitan dengan faktor budaya adalah :
a. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang terdiri dari beraneka suku bangsa dengan latar belakang kebudayaan, agama, dan sejarah yang berbeda.
b. Masyarakat yang majemuk ini sedang mengalami pergeseran sistem nilai sebagai akibat pembangunan yang pada hakekatnya merupakan proses pembaharuan di segala sektor kehidupan.
c. Derasnya arus informasi dan komunikasi yang dibawa oleh media massa memperlancar kontak-kontak antar kebudayaan.
d. Pertambahan penduduk yang menuntut pertambahan sarana hidup baik dalam kuantitas, kualitas, maupun variasi.

2.3 Tinjauan Teoritis (Teori Difusi Inovasi dan Media Ekologi)
Teori Difusi Inovasi pada dasarnya menjelaskan proses bagaimana suatu inovasi disampaikan (dikomunikasikan) melalui saluran-saluran tertentu sepanjang waktu kepada sekelompok anggota dari sistem sosial. Lebih jauh dijelaskan bahwa  difusi adalah suatu bentuk komunikasi yang bersifat khusus berkaitan dengan penyebaranan pesan-pesan yang berupa gagasan baru.
Sesuai dengan pemikiran Rogers, dalam proses difusi inovasi terdapat 4 (empat) elemen pokok, yaitu:
(1)  Inovasi; gagasan, tindakan, atau barang yang dianggap baru oleh seseorang. Dalam hal ini, kebaruan inovasi diukur secara subjektif menurut pandangan individu yang menerimanya. Jika suatu ide dianggap baru oleh seseorang maka ia adalah inovasi untuk orang itu. Konsep ’baru’ dalam ide yang inovatif tidak harus baru sama sekali.
(2)  Saluran komunikasi; ’alat’ untuk menyampaikan pesan-pesan inovasi dari sumber kepada penerima. Dalam memilih saluran komunikasi, sumber paling tidakperlu memperhatikan (a) tujuan diadakannya komunikasi dan (b) karakteristik penerima. Jika komunikasi dimaksudkan untuk memperkenalkan suatu inovasi kepada khalayak yang banyak dan tersebar luas, maka saluran komunikasi yang lebih tepat, cepat dan efisien, adalah media massa. Tetapi jika komunikasi dimaksudkan untuk mengubah sikap atau perilaku penerima secara personal, maka saluran komunikasi yang paling tepat adalah saluran interpersonal.
(3)  Jangka waktu; proses keputusan inovasi, dari mulai seseorang mengetahui sampai memutuskan untuk menerima atau menolaknya, dan pengukuhan terhadap keputusan itu sangat berkaitan dengan dimensi waktu. Paling tidak dimensi waktu terlihat dalam (a) proses pengambilan keputusan inovasi, (b) keinovatifan seseorang: relatif lebih awal atau lebih lambat dalammenerima inovasi, dan (c) kecepatan pengadopsian inovasi dalam sistem sosial.
(4)  Sistem sosial; kumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan terikat dalam kerjasama untuk memecahkan masalah dalam rangka mencapai tujuan bersama .
Rogers dan Shoemaker (1971) menjelaskan bahwa proses difusi merupakan bagian dari proses perubahan sosial. Perubahan sosial adalah proses dimana perubahan terjadi dalam struktur dan fungsi sistem sosial. Perubahan sosial terjadi dalam 3 (tiga) tahapan, yaitu: (1) Penemuan (invention), (2) difusi (diffusion), dan (3) konsekuensi (consequences). Penemuan adalah proses dimana ide/gagasan baru diciptakan atau dikembangkan. Difusi adalah proses dimana ide/gagasan baru  dikomunikasikan kepada anggota sistem sosial, sedangkan konsekuensi adalah suatu perubahan dalam sistem sosial sebagai hasil dari adopsi atau penolakan inovasi.
Sedangkan berdasarkan Teori Media Ekologi, pengaruh dari teknologi media terhadap masyarakat merupakan ide utama dibalik teori ekologi media, pemikiran ini dibingkai dalam tiga asumsi:
1.      Media melingkupi setiap tindakan di dalam masyarakat.
Menurut asumsi pertama teori ekologi media, manusia tidak dapat melarikan diri dari media.
2.      Media memperbaiki persepsi kita dan mengorganisasikan pengalaman.
Asumsi kedua teori ekologi media melihat media sebagai sesuatu yang langsung mempengaruhi manusia. Cara manusia memberi penilaian, merasa, dan bereaksi cenderung dipengarhi oleh media.
3.      Media menyatukan seluruh dunia. Menurut asumsi ketiga teori ini menyebutkan media mampu menyatukan seluruh dunia. Pertistiwa atau hal yang dilakukan di belahan dunia lain, dapat diketahui atau menjalar ke belahan dunia lain. Media seolah mengikat dunia menjadi sebuah kesatuan sistem politik, ekonomi, sosial, dan budaya yang besar.
Contohnya : tidak ada lagi batasan antara ruang pribadi dan ruang publik. Apa yang kita lakukan detik ini, dalam hitungan detik pula akan diketahui oleh teman kita, meskipun berjarak ratusan bahkan ribuan kilometer. Tidak hanya itu, interaksi pun tidak terjadi dalam konteks 2 atau 3 orang saja, tetapi mungkin sampai puluhan, ratusan, bahkan ribuan orang.

2.4 Analisis Studi Kasus
Globalisasi media massa merupakan proses yang secara natural terjadi, sebagaimana jatuhnya sinar matahari, sebagaimana jatuhnya hujan atau meteor. Pada titik-titik tertentu, terjadi benturan antar budaya dari luar negeri yang tak dikenal oleh bangsa Indonesia. Jadi kekhawatiran besar terasakan benar adanya ancaman, serbuan, penaklukan, pelunturan karena nilai-nilai luhur dalam paham kebangsaan.
 Imbasnya adalah munculnya majalah-majalah Amerika dan Eropa versi Indonesia seperti: Bazaar, Cosmopolitan, Spice, FHM (For Him Magazine), Good Housekeeping, Trax dan sebagainya. Begitu pula membajirnya program-program tayangan dan produk rekaman tanpa dapat dibendung.
Lantas bagaimana bagi negara berkembang seperti Indonesia menyikapi fenomena transformasi media terhadap perilaku masyarakat dan budaya? Bukankah globalisasi media dengan segala nilai yang dibawanya seperti lewat televisi, radio, majalah, koran, buku, film, vcd dan kini lewat internet sedikit banyak akan berdampak pada kehidupan masyarakat?
Saat ini masyarakat Indonesia sedang mengalamai serbuan yang hebat dari berbagai produk pornografi berupa tabloid, majalah, buku bacaan di media cetak, televisi, radio dan terutama adalah peredaran bebas VCD. Baik yang datang dari luar negeri maupun yang diproduksi sendiri. Walaupun media pornografis bukan barang baru bagi Indonesia, namun tidak pernah dalam skala seluas sekarang. Bahkan beberapa orang asing menganggap Indonesia sebagai “surga pornografi” karena sangat mudahnya mendapatkan produk-produk pornografi dan harganya pun murah.
Kebebasan pers yang muncul pada awal reformasi ternyata dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat yang tidak bertanggungjawab, untuk menerbitkan produk-produk pornografi. Mereka menganggap pers mempunyai kemerdekaan yang dijamin sebagai hak asasi warga negara dan tidak dikenakan penyensoran serta pembredelan.
Globalisasi pada hakikatnya ternyata telah membawa nuansa budaya dan nilai yang mempengaruhi selera dan gaya hidup masyarakat. Melalui media yang kian terbuka dan terjangkau, masyarakat menerima berbagai informasi tentang peradaban baru yang datang dari seluruh penjuru dunia. Padahal, kita menyadari belum semua warga negara mampu menilai sampai dimana kita sebagai bangsa berada. Begitulah, misalnya, banjir informasi dan budaya baru yang dibawa media tak jarang teramat asing dari sikap hidup dan norma yang berlaku. Terutama masalah pornografi, dimana sekarang wanita-wanita Indonesia sangat terpengaruh oleh trend mode dari Amerika dan Eropa yang dalam berbusana cenderung minim, kemudian ditiru habis-habisan. Sehingga kalau kita berjalan-jalan di mal atau tempat publik sangat mudah menemui wanita Indonesia yang berpakaian serba minim mengumbar aurat. Di mana budaya itu sangat bertentangan dengan norma yang ada di Indonesia. Belum lagi maraknya kehidupan free sex di kalangan remaja masa kini. Terbukti dengan adanya video porno yang pemerannya adalah orang-orang Indonesia.
Untuk masyarakat perkotaan yang umumnya sudah memiliki banyak media, pesan seharusnya disampaikan sedemikian rupa disesuaikan dengan tingkat pendidikan dan kebutuhan. Penyajian pesan lewat sinetron yang dapat dinikmati keluarga dikala santai akan dapat menggugah kesadaran khalayak. Di samping penyajian pesan melalui media tercetak, seperti leaflet, folder, brosur, dan sebagainya, yang dibuat dengan cara yang menarik sehingga sayang untuk dibuang begitu saja.
Isu yang telah dipaparkan diatas merupakan salah satu studi kasus mengenai globalisasi media massa dan dampaknya terhadap perilaku sosial di masyarakat perkotaan, yang dirasa memang kurang membangun tetapi malah menjatuhkan. Hal ini lah yang harus kita renungkan dan sikapi dengan bijaksana.
Beda halnya dengan masyarakat pedesaan, seperti yang kita ketahui sebagian besar penduduk di Indonesia 50% berada di pedesaan dan hidup dari hasil pertanian. Oleh sebab itu strategi komunikasi pembangunan harus dipusatkan pada daerah pedesaan. Hal ini sesuai dengan pendapat Depari dan Mc Andrews (1991) bahwa sampai saat ini strategi komunikasi pembangunan masih terbatas pada siaran pedesaan, baik melalui media massa maupun pemanfaatan para petugas penyuluhan pembangunan. Oleh sebab itu perlu dipikirkan lebih lanjut, bagaimana usaha-usaha komunikasi yang ada dapat dikembangkan, terlebih-lebih menghadapi tantangan era globalisasi.
Dalam hal ini di Indonesia melalui televisi dan radio sebagai saluran media massa telah melaksanakan program acara siaran pedesaan. Demikian pula Koran masuk desa (KMD) sebagai media cetak telah disalurkan kepada masyarakat pedesaan. Sedangkan melalui saluran komunikasi interpersonal pemerintah telah menerjunkan jupen-jupen pembangunan dan penyuluh pertanian lapangan (PPL). Pertunjukan rakyat yang mengemas pesan-pesan pembangunan pun banyak ditampilkan. Kegiatan ini punya daya tarik dan kekuatan tersendiri. Susanto (1988) mengatakan bahwa bentuk-bentuk komunikasi melalui pertunjukan rakyat/tradisional di maksud untuk :
1) Memudahkan penerimaan pesan-pesan oleh masyarakat karena disajikan dalam bentuk yang santai dan mudah dipahami bentuk dan lambangnya.
2) Memancing komunikasi ke atas, yaitu pesan-pesan dari rakyat langsung kepada pemerintah dalam bentuk yang dapat diterima oleh pemerintah.
Di samping itu wadah lain yang umumnya terdapat dipedesaan yaitu kelomponcapir ; wadah yang dapat menjembatani pesan-pesan pembangunan dari media massa kepada masyarakat. Wadah ini biasanya dipimpin oleh pemuka-pemuka masyarakat (opinion leaders), yang biasanya memiliki ciri-ciri :
1) Lebih tinggi pendidikan formalnya dibandingkan dengan anggota masyarakat lain.
2) Lebih tinggi status sosialnya serta status ekonominya.
3) Lebih inovatif dalam menerima atau mengadopsi ide-ide baru.
4) Lebih tinggi kemampuan medianya.
5) Kemampuan empati mereka lebih besar.
6) Partisipasi sosial mereka lebih besar.
7) Lebih kosmopolit.
.BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan dan Saran
Dalam komunikasi sosial pembangunan, Komunikasi tentunya harus berada di garis depan untuk mengubah sikap dan perilaku manusia Indonesia sebagai pemeran utama pembangunan, baik sebagai subjek maupun sebagai objek pembangunan. Kualifikasi dasar agen perubahan menurut Duncan dan Zaltman merupakan tiga yang utama diantara sekian banyak kompetensi yang mereka miliki, yaitu:
1. Kualifikasi teknis; yakni kompetensi teknis dalam tugas spesifik dari proyek perubahan yang bersangkutan.
2. Kemampuan Administratif; yakni persyaratan administratif yang paling dasar dan elementer (kemauan untuk mengalokasikan waktu untuk persoalan-persoalan yang relatif menjelimet/detailed).
3. Hubungan antar pribadi; suatu sifat yang paling penting adalah empati/kemampuan seseorang untuk mengidentifikasikan diri dengan orang lain, berbagi akan perspektif dan perasaan mereka dengan seakan-akan mengalaminya sendiri.

Bangsa Indonesia harus mampu menumbuhkan dan mengembangkan sistem nilai yang sesuai dengan tuntutan pembangunan. Pembangunan sistem nilai yang cocok dengan tuntutan kemajuan harus tetap dilandasi nilai-nilai yang terkandung dalam falsafah Pancasila sehingga  proses modernisasi di Indonesia benar-benar proses aktualisasi dari bangsa Indonesia sesuai dengan tuntutan zaman. Dan yang terakhir, kita sebagai masyarakat global diharapkan harus senantiasa bijak dalam menghadapi isu-isu global yang berkembang.







Daftar Pustaka

Depari, Eduard dan Mc Andrew, Collin, 1991. Peranan Komunikasi Massa Dalam Pembangunan, Gadjah Mada University : Yogyakarta.
Effendy, Onong Uchjana, 1987. Komunikasi dan Modernisasi, Alumni : Bandung.
Hettne, Bjorn, 1982. Ironi Pembangunan di Negara Berkembang, Sinar Harapan : Jakarta.
Harmoko, 1985. Komunikasi Sambung Rasa, Pustaka Sinar Harapan : Jakarta.
Rogers, Everett M dan Shoemaker, F Floyd, 1981. Memasyarakatkan Ide-Ide Baru, Usaha Nasional : Surabaya.
Susanto, Astrid, 1977. Komunikasi Dalam Teori dan Praktek, Bina Cipta : Jakarta.

Makalah :
Malik, Dedy Djamaluddin, 1991. Komunikasi Pembangunan : Perspek-Depedensia : Bandung.